source : pinterest
Hakikat Mengikhlaskan dan Merelakan...
Mengikhlaskan adalah membiarkan hatimu
bernafas lega
Membiarkan hatimu memiliki ruang baru
Mempersilahkan hatimu beristirahat dengan
tenang
Tanpa beban tanpa sakit dan tanpa tekanan
Memang, mengikhlaskan bukan persoalan yang
semudah membalikkan telapak tangan. Membalik telur di wajan saja membutuhkan
keahlian, apalagi perihal hati. Keahlian setingkat ninja yang harus kau punya.
Mengikhlaskan bukanlah “ya saya sudah ikhlas”
namun sesungguhnya itu adalah ikhlas yang paling tidak ikhlas. Hingga akhirnya
yang kau lakukan adalah berpura-pura tegar untuk menutupi ketidak ikhlasanmu.
Ikuti saja alurnya
Berjalan sesuai jalan yang disediakan Yang
Maha Kuasa
Nikmati segala prosesnya
Sakit. Tentu saja. Tak ada yang baik-baik
saja jika menyangkut hati yang sedang rapuh.
Namun, bukan berarti kau bisa menyalahkan
oranglain atas sesuatu yang harus kau relakan
Kau percaya Tuhan bukan?
Kalau jawabanmu ya, tentu saja, berarti kau
harus mencoba mencari alasan Tuhan mengharuskan kau berada dalam posisi
merelakan.
Agar kau tak bertambah sakit, carilah alasan
tersebut dari sudut pandang positif, bukan negatif.
Ketika kau menemukan alasan yang positif,
yang kau dapatkan sangat banyak. Kau mendapatkan pahala karena berpikir baik
kepada Tuhan dan hatimu tenang. Tak sakit. Tak dendam.
Namun sebaliknya, ketika kau mencari-cari
alasan negatifnya, yang kau dapatkan adalah sakit. Dendam. Kau menyakiti hatimu
sendiri. Melukai hatimu sendiri.
Tak akan kuajarkan isi pikiran positif yang
harus kau pikirkan seperti apa. Kuyakin, kau sangat baik dan sangat mudah untuk
berpikir positif.
Ketika berhasil mengikhlaskan, kau akan
berada dalam proses merelakan. Baiklah kita berbicara manusia sebagai objeknya.
Merelakan adalah puncak dari mengikhlaskan, setidaknya itu dalam persepsiku, ku
tak akan memaksakan persepsiku menjadi persepsimu.
Merelakan itu perihal bahagia ketika yang
diikhlaskan bahagia.
Sangat seru bukan sama-sama bahagia dengan
porsi yang telah Tuhan berikan?
Ya..lagi-lagi, tidak mudah. Menurutmu, ku
dengan enak saja menuliskan kalimat itu. Tapi percayalah, aku sedang tidak
bermain-main. Aku pernah diposisimu. Menjadi yang mengikhlaskan kemudian
merelakan.
Kemudian menurutmu lagi, aku langsung
tiba-tiba sebijak ini? Ah.. sehebat itukah aku? Tidak, aku juga melewati proses
sama seperti yang kau alami, hancur dan sakitnya, namun aku berusaha untuk
tidak menyalakan oranglain untuk masalah hatiku. Memang tidak mudah dan
terdengar klise, namun serius, aku menyalahkan diriku sendiri.
Menyalahkan diriku tentang perihal salah
mempercayakan hatiku pada manusia yang kurang tepat.
Kau tahu berapa lama waktu yang kubutuhkan
untuk mempercayakan hatiku tadi hingga akhirnya aku percaya? Lebih dari 365
hari.
Tapi, bukankah ketika kau mempercayakan
hatimu kepada manusia lain, kau juga harus siap dengan kemungkinan sakit yang
akan terjadi?
Kurasa kau tahu akan hal ini. Jadi, untuk apa
masih menyalahkan oranglain terhadap kesakitan dan kehilangan yang kau rasakan?
Justru membuatmu merasa semakin sakit. Percayalah, ketika kau mencari-cari
kesalahan oranglain, yang kau dapatkan hanya sakit yang beranak menjadi 2. Atau
3. Atau bahkan lebih.
Berdamailah, minimal dengan hatimu. Ketika
kau merelakan, kau membebaskan hatimu dari kurungan rasa sakit dan dendam.
Ketika kau berdamai, memafkan hatimu, tubuhmu akan ikut memaafkan. Selalu ada
hal yang lebih baik dan banyak pelajaran positif dari setiap kehilangan.
Belajarlah bertanya pada diri sendiri, mengapa manusia lain bisa dengan mudah
merapuhkan hatiku? Ku yakin kau sendiri yang akan menemukan jawabannya.
Ketika jawaban telah kau temukan, dengan sendirinya
dirimu akan menjadi lebih baik. Dan manusia baru yang akan mengisi ruang baru
di hatimu kurasa adalah manusia yang lebih baik, karena yang diisinya adalah
hati yang telah lebih kuat, dari sakit dan dendam.
Ah, ku rasa aku juga harus belajar banyak dari
kalimat-kalimat yang ku rangkai untuk kalian, para pemilik hati yang selalu
berusaha untuk menjadi pribadi yang mampu introspeksi diri dan mencintai diri
sendiri.
24 Mei 2018
Tertanda..
Yang sedang mencintai
diri sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar