Selasa, 29 Mei 2018




source : pinterest

Hakikat Mengikhlaskan dan Merelakan...


Mengikhlaskan adalah membiarkan hatimu bernafas lega

Membiarkan hatimu memiliki ruang baru

Mempersilahkan hatimu beristirahat dengan tenang

Tanpa beban tanpa sakit dan tanpa tekanan

Memang, mengikhlaskan bukan persoalan yang semudah membalikkan telapak tangan. Membalik telur di wajan saja membutuhkan keahlian, apalagi perihal hati. Keahlian setingkat ninja yang harus kau punya.
Mengikhlaskan bukanlah “ya saya sudah ikhlas” namun sesungguhnya itu adalah ikhlas yang paling tidak ikhlas. Hingga akhirnya yang kau lakukan adalah berpura-pura tegar untuk menutupi ketidak ikhlasanmu.
Ikuti saja alurnya

Berjalan sesuai jalan yang disediakan Yang Maha Kuasa
Nikmati segala prosesnya
Sakit. Tentu saja. Tak ada yang baik-baik saja jika menyangkut hati yang sedang rapuh.

Namun, bukan berarti kau bisa menyalahkan oranglain atas sesuatu yang harus kau relakan
Kau percaya Tuhan bukan?

Kalau jawabanmu ya, tentu saja, berarti kau harus mencoba mencari alasan Tuhan mengharuskan kau berada dalam posisi merelakan.
Agar kau tak bertambah sakit, carilah alasan tersebut dari sudut pandang positif, bukan negatif.

Ketika kau menemukan alasan yang positif, yang kau dapatkan sangat banyak. Kau mendapatkan pahala karena berpikir baik kepada Tuhan dan hatimu tenang. Tak sakit. Tak dendam.

Namun sebaliknya, ketika kau mencari-cari alasan negatifnya, yang kau dapatkan adalah sakit. Dendam. Kau menyakiti hatimu sendiri. Melukai hatimu sendiri.

Tak akan kuajarkan isi pikiran positif yang harus kau pikirkan seperti apa. Kuyakin, kau sangat baik dan sangat mudah untuk berpikir positif.

Ketika berhasil mengikhlaskan, kau akan berada dalam proses merelakan. Baiklah kita berbicara manusia sebagai objeknya. Merelakan adalah puncak dari mengikhlaskan, setidaknya itu dalam persepsiku, ku tak akan memaksakan persepsiku menjadi persepsimu.
Merelakan itu perihal bahagia ketika yang diikhlaskan bahagia.
Sangat seru bukan sama-sama bahagia dengan porsi yang telah Tuhan berikan?

Ya..lagi-lagi, tidak mudah. Menurutmu, ku dengan enak saja menuliskan kalimat itu. Tapi percayalah, aku sedang tidak bermain-main. Aku pernah diposisimu. Menjadi yang mengikhlaskan kemudian merelakan.

Kemudian menurutmu lagi, aku langsung tiba-tiba sebijak ini? Ah.. sehebat itukah aku? Tidak, aku juga melewati proses sama seperti yang kau alami, hancur dan sakitnya, namun aku berusaha untuk tidak menyalakan oranglain untuk masalah hatiku. Memang tidak mudah dan terdengar klise, namun serius, aku menyalahkan diriku sendiri.
Menyalahkan diriku tentang perihal salah mempercayakan hatiku pada manusia yang kurang tepat.

Kau tahu berapa lama waktu yang kubutuhkan untuk mempercayakan hatiku tadi hingga akhirnya aku percaya? Lebih dari 365 hari.
Tapi, bukankah ketika kau mempercayakan hatimu kepada manusia lain, kau juga harus siap dengan kemungkinan sakit yang akan terjadi?

Kurasa kau tahu akan hal ini. Jadi, untuk apa masih menyalahkan oranglain terhadap kesakitan dan kehilangan yang kau rasakan? Justru membuatmu merasa semakin sakit. Percayalah, ketika kau mencari-cari kesalahan oranglain, yang kau dapatkan hanya sakit yang beranak menjadi 2. Atau 3. Atau bahkan lebih.

Berdamailah, minimal dengan hatimu. Ketika kau merelakan, kau membebaskan hatimu dari kurungan rasa sakit dan dendam. Ketika kau berdamai, memafkan hatimu, tubuhmu akan ikut memaafkan. Selalu ada hal yang lebih baik dan banyak pelajaran positif dari setiap kehilangan. Belajarlah bertanya pada diri sendiri, mengapa manusia lain bisa dengan mudah merapuhkan hatiku? Ku yakin kau sendiri yang akan menemukan jawabannya.

Ketika jawaban telah kau temukan, dengan sendirinya dirimu akan menjadi lebih baik. Dan manusia baru yang akan mengisi ruang baru di hatimu kurasa adalah manusia yang lebih baik, karena yang diisinya adalah hati yang telah lebih kuat, dari sakit dan dendam.

Ah, ku rasa aku juga harus belajar banyak dari kalimat-kalimat yang ku rangkai untuk kalian, para pemilik hati yang selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang mampu introspeksi diri dan mencintai diri sendiri.
24 Mei 2018
Tertanda..


Yang sedang mencintai diri sendiri

Minggu, 20 Mei 2018

Diantara Memilih dan Dipilih




source : pinterest


Memang, tidak ada yang baik-baik saja dihadapkan pada perpisahan. Termasuk aku dan kamu. 
Sebenarnya bukan kita yang takut pada perpisahan, 
namun yang kita takutkan adalah tidak terbiasa. 
Tidak terbiasa untuk tidak lagi bercanda, beradu argumen, berteriak, tertawa dan cemberut bersama. 
Kita tidak bersedia mencoba menerima keadaan bahwa aku dan kamu tidak akan menjadi kita. 
Aku dengan pilihanku dan kamu dengan pilihanmu, 
meskipun aku dan kamu tidak menjadi pilihan satu sama lain.

Kadang hidup berputar diantara memilih dan dipilih. 
Sekedar itu, namun rumit. 
Perihal memilih, jangan dianggap hal sepele. 
Memilih perihal menjaga hati dan mengahancurkan harapan. 
Meskipun sebenarnya tak ingin memilih, namun, wajib. 
Perihal dipilih, juga berat. 
Menjadi yang dipilih kadang tidak selalu menang, 
mungkin dia menjadi pilihan karena dia benar-benar dicintai, 
atau bisa jadi dia dipilih karena sejujurnya pilihan itu tidak memang benar-benar ada, 
dan dia tidak memiliki pembanding. 
Menjadi yang tak terpilih pun bukan perkara mudah. 
Hatinya patah, rapuh dan kecewa, tentu saja.  
Meskipun bisa ditutupi dengan berbagai cara, 
tetap saja, hatimu tidak akan bisa berbohong pada ekspresimu. 
Jujurlah, mungkin akan lebih baik. 
Setidaknya tidak berpura-pura dua kali, 
berpura-pura tidak kecewa dan berpura-pura biasa saja.



Senin, 21 Mei 2018
10.00 WIB



tertanda, yang sedang memilih dan sedang dipilih